Senin, 06 Oktober 2014

kutipan baru 1_Bagai sapi di ujung maut,


assalamualaikum ukhti,,, ini postingan baru lagi special idul adha,,, ayo di simakkk :D

check it out........
 

Coretan 11
Bagai sapi di ujung maut,,
            Risau, bimbang, resah, gundah, gulana, gempita, entah apa jadinya. Tak mengerti dengan apa yang aku alami malam ini. Ku langkahkan kaki menyusuri anak tangga menuju genteng rumah. Apa yang harus aku lakukan, ya begitulah ketika melihat pemandangan kota bandung dari atas genteng ada rasa yang terbawa tenang di balik awan yang tersipu malu. Perlalahan aku naik ke atas genteng duduk di sudut sana melihat ribuan cahaya yang sedikit membuat hati lebih baik. Gema takbir bergumandang, ini yang tak membuatku jadi lebih baik. Suara merdu yang menghiasi keindahan malam itu membuatku semakin rindu dengan keluargaku. Apa yang aku lakukan mengapa tak menelpon mereka, dan apa yang mereka lakukan mengapa tak menelponku.

            Ku arahkan pandangan pada serentetan kembang api yang bergantian menghiasi malam itu. Mataku berhenti pada satu cahaya, tak butuh hitungan lama sungai kecil di sudut mataku mulai tumpah, membasahi pipiku yang mulai tirus. Bayangan ayah, ibu dan nenekku bergantian meramaikan fikiran gundahku. Entah apa yang ingin aku lakukan malam itu, mulai sebelum berbuka sampai selesai isya aku tak merasa baik. Fikiranku hanya tertuju kepada keluargaku. Alunan takbir ini memang sangat menyedihkanku, entah berapa kali aku ingin menangis hari ini. Berusaha kuat, namun akhirnya menyerah di tempat tertinggi ini. Bulan, bintang dan desiran angin menjadi saksi sekaligus penonton setiaku di kala itu. Tak peduli dingin mengusik kulitku hingga ke tulang, rasanya berdiam disini sendiri lebih baik.
            Tak lama setelah itu nisa dan irfan datang menyusul mendekatiku. Tak ingin mereka tau, aku hanya bertingkah bagaikan seorang gadis yang menikmati keindahan malamnya kota bandung tanpa ada tangis hanya dengan sedikit kepiluan rindu akan keluarga seperti yang mereka rasakan. Wajah teman-temanku sepertinya juga berusaha tegar untuk menyambut hari esok merayakan idul adha tanpa keluarga, tapi tak bisa di bohongi aku bisa melihat kepiluan yang sama denganku, hanya saja kalian lebih rapi menyembunyikannya daripada aku.
            Kelap-kelip bintang, gema takbir dan desiran angin tak ingin kalah dengan kepiluan yang aku alami. Aku merasa lebih baik saat ini, namun aku sedikit ingin bermanja dengan ali yang sudah aku anggap seperti abang kandungku sendiri. Ya, aku sangat menyayanginya. Sosok abang yang sangat ingin aku rasakan dari dulu, maklum aku tak punya abang dan kebanyakan temanku punya abang, jadi rasa iri yang pernah aku alami dulu kini terobati oleh sosok yang dia miliki. Hanya dia dan kedua teman yang menenangkaku malam itu. Dia sedikit menggodaku dengan berlagak memanggil pesawat dan meminta pesawat untuk berhenti mengantarkan kami pulang. Dan berhasil aku tertawa di buatnya. Mungkin dia merasa kasihan denganku, ia membujukku untuk ikut keluar dengannya. Karena masih merasa kenyang aku memilih untuk tinggal saja dengan syarat dia harus kembali membawakan ice cream untukku.
            Tak di sangka dia membelikan dua buah ice cream yang aku suka. Konon katanya banyak yang bilang ice cream bisa membuat ceria, aku pernah membaca dalam beberapa majalah entah tahun berapa itu. Dan berhasil lagi, aku merasa lebih baik dan cukup bahagia setelah menyantapnya. Sepertinya mata ini mulai lelah, anganku mulai menyusuri alam mimpi, segera aku ke kamar mandi untuk membersihkan wajah dan gosok gigi lalu berbaring merebahkan tubuh mungilku. Alunan musik yang aku putar membawaku lari dari alam sadarku.
            Entah apa mimpiku malam itu, namun aku segera terbangun saat jam menunjukkan pukul 05.30 pagi. Setelah melaksanakan absen subuh, ku dengar teman-teman sudah banyak yang bangun bersemangat untuk bersiap-siap ke mesjid. Allah huakbar walillahilham, idul adha datang juga. Bergegas aku bersiap-siap dan berangkat ke mesjid. Sungguh mengejutkan, dulu aku hanya melihat kejadian seperti ini di tivi. Puluhan makmum yang shalat di luar mesjid menggunakan terpal dan koran. Ini tahun pertama aku idul adha di rantau orang dan untuk pertama kalinya shalat di luar, di dpan kantor desa ciwaruga. Hampir tak ada yang aku kenal, namun aku tak peduli yang aku tau ini adalah salah satu momen yang jarang terjadi dan harus ku nikmati.
Anak itu begitu imut dan lucu. Terlihat heran memandangi para akhwat yang menggunakan mukena di sekililingnya. Aku jadi teringat adikku di rumah. Raka, adik kecil yang masih berumur 2 tahun. Apa kabarnya, masih lucukah dia. Teringat saat aku pulang idul fitri lalu, dia tak mngenalku. Butuh beberapa hari untuk mengingatku dan dekat denganku. Aku msangat merindukannya. Ayah, mengapa tak ada kabar, apa dia tak sanggup untuk bericara denganku karna tak mampu mendengar keluhan rindu yang pasti akan aku ucapkan. Ibu, apa kau baik-baik saja di sana, pastinya ibu mengingatku, namun berlagak biasa di depan ayah dan saudara-saudaraku. Hanya nenek yang tak dapat aku bayangkan, apa yang dia lakukan sekarang, jangan memangis. Nenek memang begitu, selalu saja bersikap lebai jika memikirkan keadaanku. Aku sayang kalian penyemangatku. Tak masalah tak disisi kalian tapi kalian di hatiku.
Semua berusaha menghibur diri, berlagak bagai sedang berkumpul dengan keluarga. Hingga aku memutuskan untuk kembali ke kamar dan berusaha untuk tidur agar tak terlalu memikirkan keluarga disana yang tentunya sedang berbahagia. Tak berhasil, aku tak bisa tidur lalu ku putuskan untuk menonton beberapa drama asia di laptopku. Masih tak begitu memberi dampak baik, aku kembali teringat mereka. Azan berkumandang, ku ambil tindakan untuk segera laporan kepadanya, banyak hal yang akan aku ceritakan saat itu. Memang benar, shalat itu membuat kita lebih tenang. Aku cinta agamaku yang sangat memberikan ketenangan di jiwaku. Terbesit puluhan keindahan islam yang aku simak dalam cerita yang pernah aku dengar dari guru agamaku. Idul adha, kisah nabi ibrahim yang bermimpi mendapat perintah dari Allah SWT untuk menyembelih anaknya ismail. Ibrahim, sesuai namanya yang berasal dari kata “abun” yang berarti “ayah” dan “rahim” yang berarti “penyayang”. Dia adalah sesosok ayah yang sangat menyayangi putranya, namun perintah itu membuatnya tak punya pilihan lain. Dengan lembut dia menceritakan mimpi tentang perintah itu kepada ismail. Anak yang berbakti kepada ayahanda, dia memberi izin dengan ikhlas untuk di sembelih oleh ayahnya. Atas kekuasaan Allah, yang di sembelih itu bukan ismail. Allah menyelamatkan ismail. Hingga datang perintah kurban bagi kita umat nabi Muhammad SAW.
Idul adha atau hari raya haji juga di sebut hari raya kurban. Seperti aku yang berkorban hati dan perasaan. Bagaimana tidak, di tengah keemosianku terhadap tindakan wasit yang sedikit memiliki kecurangan penilaian terhadap permainan teman-temanku di liga AN, aku harus sendiri menyepi di kamar tak bergabung dalam  acara nyate-nyate yang bikin nyatu teman-teman di kost. Siapa sich yang nggak mau bergabung berbahagia dengan mereka namun bau daging sapi yang di sate itu nyisa banget. Tak ikut makan tak masalah, karena aku tak tertarik atau ngiler. Yang jadi masalah baunya itu lo.
Entah mengapa aku sangat anti dengan daging sapi dan kambing. Tak ada alergi yang terjangkit di tubuhku saat mengkonsumsinya. Bakso cincang atau urat yang pastinya dari sapi aku makan tak mengapa. Tapi jika tidak di olah jadi bentuk lain tak ada sedikit pun keinginan di hati ini untuk memasukkan ke dalam mulutku. Aku ingat-ingat lagi, dulu saat SD ayah da keluargaku pernah bertanya mengapa aku tak suka daging. Kata ayah ketika aku kecil ayah sering membeliku sate kambing, dan saat ibuku memasaknya di rumah aku juga turut melahapnya. Namun apa yang terjadi denganku dan kakakku, hanya kami berdua yang tak ingin mengkonsumsinya. Bedanya dia masih mau memakan kuah atau campurannya, sedangkan aku tidak sedikit pun. Jika sudah idul adha, aku selalu punya makanan khusus, ayam atau sarden.
Aku terdiam bingung tak menentu, lalu aku teringat dengan kejadian di pesta bibiku. Saat saudara sepupuku, merintih kesakitan bagai orang kesurupan setelah memakan daging. Dia memang tak bisa memakannya meski dia suka, entah mengapa tubuhnya sangat menolak itu. Jika tak sengaja atau sengaja makan sepotong saja, tak lama setelah itu dia akan meronta kesakitan bahkan pingsan, sangat mengerikan. Mungkin itu yang membuatku takut, maklum saat itu aku masih kecil. Kejadian itu mungkin yang menjadi sugesti tersendiri bagiku, entah sampai kapan aku begini. Tak munafik, aku merasa tersiksa dengan keanehanku yang tak bisa memakannya dan bahkan muntah saat mencium baunya.
Ketika aku mencoba  naik ke atas mengambil beberapa pakaianku di dekat tempat acara yang mereka lakukan di lantai atas dekat genteng rumah. Ke tutup mulut dan hidung dengan jilbabku. Namun terasa begitu menyengat, sampai sesuatu seperti memutar balik isi perutku, mengundang mual memancing muntah, sudah di ujung kerongkongan, rasanya bagaikan sapi di ujung maut penyiksaan yang aku rasakan saat itu. Dengan sigap aku ambil kebutuhanku dan segera turun kebawah tuk kembali ke kamarku untuk menyepi. Tak ada yang bisa aku lakukan untuk acara tersebut, jangankan membantu ikut melihat saja aku tak tahan. Hanya doa yang bisa aku lantunkan untuk kelancaran acara mereka, semoga dengan acara tersebut mereka bisa sejenak melupakan semua hal yang membebani fikiran mereka dan bisa mengobati kerinduan mereka dengan sang keluarga, melihat mereka senang aku akan turut senang karena jika mereka sedih dan aku jga sedih siapa yang akan menghiburku,sayang kalian selamanya, hehe.
Kesedihan datang melintas fikiranku, saat sedikit masalah membuat keruh suasana acara mereka. Entah apa yang terjadi sehingga emosi saling terlepaskan. Kondisi letih dan sisa kecewa saat liga AN membuat ketidakkeinginan terjadi. Namun itulah gunanya keluarga tak akan ada keluarga yang tega melihan kekeruhan terjadi, atas doa dan dasar hati mereka yang memang baik membuat mereka kembali tenang dan menikmati santapan sate yang mereka buat. Apapun yang terjadi itu hanya akan menjadi kenangan yang akan selalu jadi pelajaran di masa mendatang.
Tinggal giliranku yang kebingungan ingin makan apa, setelah isya ternyata bang ali datang mengajakku untuk mencari makan keluar. Tak ku sangka akan ada yang peduli dan memikirkanku malam ini makan apa. Kami keluar untuk mencari makan, suasana idul adha yang masih hangat membuat kami kesulitan mencari makanan hingga kami berlabuh di sebuah kios nasi uduk sebagai menu makan malam itu. Kekeluargaan dan kesatuan keluarga kembali aku lihat malam itu, tak ada yang lebih indah daripada kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan dan kepedulian. Semoga kami tetap bersatu menjadi suatu keluarga kerja sama yang solid.
Hidup terkadang memiliki banyak keanehan dan perbedaan. Tak ada yang bisa mengingkari itu, saling menghargai dan memahami akan membuat suatu perbedaan menjadi indah. Keluhan kehidupan selalu menghiasi, namun kerendahan hati sangat di butuhkan untuk menghadapinya. Anak muda memang memiliki emosi yang sulit di kendalikan, namun bukan berarti tak bisa. Hanya butuh pemikiran yang tenang dan di susul hati yang bersih. Semua orang mendambakan itu, ingin handal dalam mengendalikan emosi dan hawa nafsu. Kemungkinan pasti ada dan selalu ada, hanya usaha yang mampu kita perbuat tuk menghiasi kekalutan hidup yang akan kita jalani. Ketika ada kemauan untuk berubah, pasti ada jalan yang mengikuti. Namun kita tidak harus menunggu perubahan tersebut melainkan langsung bertindak untuk merubahnya sekarang juga hinggakita mencapai indah pada waktunya dengan puluhan senyum penuh cinta dan kedamaian di setiap kepingan hati kita
***.

udah itu aja ceritaku,,, apa ceritamu?
wassalam.... mohon maaf lahir dan bathin... :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar