Ku atur
nafasku yang terasa semakin sesak, terasa sangat menghujam jantungku, menusuk
hingga mengaktifkan semua luka ekonomi yang telah lama bersemayan dan
seolah-olah enggan beranjak pergi. Sekejam itukah dunia yang sesungguhnya.
Sungguh aku tak bermaksud untuk mempermainkan apapun dan siapapun. Hanya dengan
landasan sebagai keluarga dan merasakan kesedihan yang sama aku mengiyakan
tawaran untuk membalas percakapan di GRUP line itu. Entah tersinggung atau
bagaimana aku merasa berada pada satu dunia yang tak pernah menerima aku hadir di
lingkungan seperti ini. Andaikan mereka tau sakit yang aku alami aku juga tidak
ingin ada pada posisi ini. Meminjam barang orang lain yang tak mampu aku beli. Memakai
barang orang lain yang tak pantas aku miliki. Namun berkat ketidakpunyaan dan
ketidakberdayaan inilah yang membuat aku melalukan itu hingga merasa semakin
tak berarti. Sungguh gadis yang malang. :’(
Setelah
diam mengatur ketenangan hati di dalam kamar yang sangat sederhana ini, ku coba
untuk tetap memanjatkan doa untuk mereka yang memiliki hidup lebih dariku.
Semacam diskriminasi sosial rasanya. Seolah-olah yang tak berpunya tidak
diperkenankan merasakan hal yang sama. Ibu, ayah, ingin aku kembali di keluarga
yang terkadang penuh kekurangan itu. Tak peduli berapa kali kita harus bingung
untuk makan apa hari ini, namun aku
merasa sangat di hargai di sana, tidak seperti saat ini. Aku tak ingin berada
dilingkungan seperti ini. Beberapa teman-teman memang selalu memahami kondisi
keluarga kita, namun aku merasa sangat berbeda dan hampir tidak pantas untuk
berada di antara mereka yang berpunya. Ingin aku bersembunyi di dalam gelap
malam yang tak mampu di temukan oleh siapa pun juga. Sungguh teknologi telah
menjadi momok yang menakutkan di pandanganku. Ternyata aturan sudah berubah tak boleh meminjam dan
tak boleh menyentuh yang bukan milik kita. Lalu kapan orang yang belum
beruntung mengecap keberuntungan orang lain yang tak pernah ia peroleh.
Bukankah berbagi rezeki itu sangat indah.
Walau
bagaimanapun juga harus kusadari bahwa dunia sudah berubah, sudut pandang pun
menurutinya, tak ada yang harus aku sesali. Semua kejadian ini pasti memiliki
hikmah yang tak mampu aku lukiskan dan tak mampu aku sadari entah sekarang atau
nanti. Yang aku tau aku hanya memiliki kasih sayang dari-Nya yang tak pernah
membedakanku dengan yang lainnya. Semua semakin terasa berbeda. Ternyata tak
selamanya perbedaan itu memberikan keindahan.
Kejadian
seperti ini bukan hanya sekali dua kali aku alami. Sejak SD, SMP, SMA hingga
KULIAH, nothing is changes. Kejadian itu selalu melengkapi. Satu kata yang
selalu menemani langkahku, kata yang seolah-olah menjadi teman baikku, menjadi takdir
hidupku, bahwa aku “BERDEDA”. Satu permintaan yang selalu aku lantunkan dalam
sujudku. Jangan ada lagi yang merasakan hal sama denganku terutama adik-adikku
dan orang di belahan bumi lain yang sederajat denganku. Sungguh andaikan mereka
merasakan di posisi ini maka meraka akan memahami kalimat “maka nikmat tuhan
yang manakah yang kamu dustai?”. Nikmat yang seharusnya disyukuri, yang tak
semuanya menikmati. Wallahualam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar