Sabtu, 30 Mei 2015

“BERBEDA” (oleh Nori Susanti)

Ku atur nafasku yang terasa semakin sesak, terasa sangat menghujam jantungku, menusuk hingga mengaktifkan semua luka ekonomi yang telah lama bersemayan dan seolah-olah enggan beranjak pergi. Sekejam itukah dunia yang sesungguhnya. Sungguh aku tak bermaksud untuk mempermainkan apapun dan siapapun. Hanya dengan landasan sebagai keluarga dan merasakan kesedihan yang sama aku mengiyakan tawaran untuk membalas percakapan di GRUP line itu. Entah tersinggung atau bagaimana aku merasa berada pada satu dunia yang tak pernah menerima aku hadir di lingkungan seperti ini. Andaikan mereka tau sakit yang aku alami aku juga tidak ingin ada pada posisi ini. Meminjam barang orang lain yang tak mampu aku beli. Memakai barang orang lain yang tak pantas aku miliki. Namun berkat ketidakpunyaan dan ketidakberdayaan inilah yang membuat aku melalukan itu hingga merasa semakin tak berarti. Sungguh gadis yang malang. :’(  

Setelah diam mengatur ketenangan hati di dalam kamar yang sangat sederhana ini, ku coba untuk tetap memanjatkan doa untuk mereka yang memiliki hidup lebih dariku. Semacam diskriminasi sosial rasanya. Seolah-olah yang tak berpunya tidak diperkenankan merasakan hal yang sama. Ibu, ayah, ingin aku kembali di keluarga yang terkadang penuh kekurangan itu. Tak peduli berapa kali kita harus bingung untuk makan apa  hari ini, namun aku merasa sangat di hargai di sana, tidak seperti saat ini. Aku tak ingin berada dilingkungan seperti ini. Beberapa teman-teman memang selalu memahami kondisi keluarga kita, namun aku merasa sangat berbeda dan hampir tidak pantas untuk berada di antara mereka yang berpunya. Ingin aku bersembunyi di dalam gelap malam yang tak mampu di temukan oleh siapa pun juga. Sungguh teknologi telah menjadi momok yang menakutkan di pandanganku. Ternyata  aturan sudah berubah tak boleh meminjam dan tak boleh menyentuh yang bukan milik kita. Lalu kapan orang yang belum beruntung mengecap keberuntungan orang lain yang tak pernah ia peroleh. Bukankah berbagi rezeki itu sangat indah.
Walau bagaimanapun juga harus kusadari bahwa dunia sudah berubah, sudut pandang pun menurutinya, tak ada yang harus aku sesali. Semua kejadian ini pasti memiliki hikmah yang tak mampu aku lukiskan dan tak mampu aku sadari entah sekarang atau nanti. Yang aku tau aku hanya memiliki kasih sayang dari-Nya yang tak pernah membedakanku dengan yang lainnya. Semua semakin terasa berbeda. Ternyata tak selamanya perbedaan itu memberikan keindahan.
Kejadian seperti ini bukan hanya sekali dua kali aku alami. Sejak SD, SMP, SMA hingga KULIAH, nothing is changes. Kejadian itu selalu melengkapi. Satu kata yang selalu menemani langkahku, kata yang seolah-olah menjadi teman baikku, menjadi takdir hidupku, bahwa aku “BERDEDA”. Satu permintaan yang selalu aku lantunkan dalam sujudku. Jangan ada lagi yang merasakan hal sama denganku terutama adik-adikku dan orang di belahan bumi lain yang sederajat denganku. Sungguh andaikan mereka merasakan di posisi ini maka meraka akan memahami kalimat “maka nikmat tuhan yang manakah yang kamu dustai?”. Nikmat yang seharusnya disyukuri, yang tak semuanya menikmati. Wallahualam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar